Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada kuartal II 2025, menyebabkan kepercayaan masyarakat dan pelaku usaha mulai luntur.
CORE Insight edisi terbaru, yang diterbitkan oleh CORE Indonesia, memberikan gambaran ini pada Senin (16/6/2025).
Dalam laporan tersebut, CORE Indonesia menyoroti bahwa kondisi ekonomi saat ini tidak bisa dihindari. Beberapa indikator ekonomi menunjukkan penurunan sebagai berikut:
1. Indeks Penjualan Riil pada Mei 2025 diperkirakan mengalami penurunan -0,6% secara bulanan, mengindikasikan penjualan ritel lebih rendah dari bulan sebelumnya.
2. Pelemahan konsumsi masyarakat telah terlihat sejak kuartal I 2025, di mana pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam PDB melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menandakan aktivitas konsumsi belum sepenuhnya pulih.
3. Kinerja industri manufaktur, yang menyumbang 21% pertumbuhan ekonomi Indonesia, terus melemah menuju pertengahan kuartal II 2025.
4. Output dan permintaan baru turun tajam, dengan penurunan permintaan pada Mei 2025 menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021.
5. Purchasing Managers Index (PMI) tetap di zona kontraksi, mencerminkan pesimisme pelaku usaha. Laporan PMI S&P global menyebutkan sejumlah pelaku usaha terpaksa menawarkan diskon, sehingga harga jual hanya naik tipis meskipun biaya produksi melonjak.
6. Permintaan yang lesu membuat perusahaan menahan pembelian dan mengurangi stok (IEK) pada April 2025 yang tercatat di angka 129,8, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 131,7.
CORE Indonesia menyatakan bahwa ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan mulai menunjukkan tanda pesimis.
“Meski masih berada di zona optimistis, penurunan sejumlah indikator ekonomi menjadi sinyal bahwa kepercayaan masyarakat dan pelaku usaha terhadap arah ekonomi mulai goyah,”
demikian laporan CORE Indonesia, dikutip Selasa (17/6/2025).
Yang lebih mengkhawatirkan, harapan terhadap ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha ke depan ikut menurun. Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja (IEKLK) melemah ke 123,5 dari sebelumnya 125,9. Sedangkan Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha (IEKU) turun ke 128,5 dari 132,2.
Stimulus
Perlambatan ekonomi ini mendorong pemerintah untuk memberikan stimulus guna menggerakkan perekonomian, khususnya konsumsi masyarakat.
Dalam menyambut musim liburan sekolah dan tahun ajaran baru, pemerintah meluncurkan sejumlah stimulus, antara lain:
– Diskon transportasi: Kereta 30%, Pesawat PPN DTP 6%, Laut 50%.
– Diskon tarif tol 20% untuk ±110 juta pengguna selama libur sekolah.
– Bantuan sosial & pangan: Kartu Sembako Rp200.000 per bulan (Juni–Juli 2025), dan beras 10 kg untuk 18,3 juta KPM.
– Bantuan Subsidi Upah (BSU): Rp150.000 per bulan (Juni–Juli 2025) untuk 17 juta pekerja dan 3,4 juta guru honorer.
– Diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 50% bagi sektor padat karya (Agustus 2025 – Januari 2026).
CORE Indonesia menilai bahwa stimulus jangka pendek memang diperlukan untuk menggairahkan aktivitas ekonomi, namun keberhasilannya sangat ditentukan oleh desain kebijakan tersebut, apakah cukup tepat sasaran dan efektif untuk mendongkrak pertumbuhan yang makin tertekan.
Menghadapi kondisi ekonomi yang lelah, lembaga internasional seperti Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 hanya 4,7%.
Prediksi ini sejalan dengan perkiraan CORE Indonesia pada April lalu, yang menempatkan proyeksi pertumbuhan di kisaran 4,6%–4,8%.
“Tentu saja, angka ini masih bisa berubah, tergantung bagaimana kebijakan pemerintah mampu mendorong pemulihan di sisa tahun,”
bunyi laporan CORE Insight.
—







